Sedang main-main di internet. Ketemu puisi bagus karya Gunawan Maryanto...daleeem deh..terutama kalimat ini "aku jatuh cinta sekeras penolakanku atasnya".....hmm mengharu biru, mengingatkan pada kesalahan saya dulu. Berikut selengkapnya. Dikutip dari blog kemudian.
perkara lama
1
Sekali lagi aku jatuh cinta
pada ranting keringmu
Pada keras dan getasmu
Pada padang pasir yang kaubebat dengan kain—di tempat terbuka
Masa lalu seperti pemijit buta
mencengkeram bahu
Bau tubuhmu yang tak bersalin kembali dibawa angin
Mengganggu dengan kenyataan lain
: malam, kaki gunung, api unggun, gitar dan lagu-lagu
Oalah, sepatah cinta tanpa sepatu, dulu
Pemijit buta terus bekerja
Meraba-raba yang luka dan tak luka
Lalu semua pori-pori terbuka
Lebih dari yang seharusnya
Datang angin dari depan dari belakang
Datang cinta yang dulu yang sekarang
Aku jatuh cinta sekeras penolakanku atasnya
Pada ranting dan padang pasirmu
Pada keras dan rapuhmu
Pada angin yang menghadirkan bau tubuhmu
Ini hanya perkara lama yang tak pernah selesai
2
Di Lhok Nga yang panas
dua butir telur
bersisihan dan kedinginan
: berkeras tak menetas
Gulungan ombak lemah
lelah mengulang kehilangan
lemas mengalungkan cemas
: tak ada yang bisa dipercaya. Percayalah
Sekalipun cinta sekalipun rumah
Tapi lihatlah
dua butir telur membenam dalam pasir
menanam kenyamanan yang hampir berakhir
hingga cinta—siapa bisa mematah sayapnya—lahir
Bahkan sisa-sisa rumah di sepanjang pantai ini
sama sekali tak mendebarkan bagi
: cangkang yang kadung lobang
Cinta tak pernah punya mata
Maka jatuhlah di tempat sama
3
Kepala ini membenturkan dirinya
Sekali dan keras sekali
Pada pintu kamarmu
: kebodohan menyusun tubuhnya kembali
ada yang bangun dan tak bisa tidur lagi
Kau melintas tanpa suara
Melindas seluruh drama
Pertunjukan yang tak kuandaikan
Berlangsung di kejauhan
“Cepat, temui aku di gudang itudi mana dulu kau (pernah) membuatku sekarat!”
4
Di dekatmu aku mencium harum bayi
Meruap dari pori-pori kulitmu
Kuputuskan menjauh
Kauputuskan menjauh
Supaya tak ada yang celaka
tak ada yang terluka
Dan seluruh peristiwa
baik-baik saja—sepertinya
Sampai suatu saat kita terpaksa merapat
Tragedi itu tercipta lagi dengan cepat
Aku meraba-raba kelelahan di tubuhmu
Kau mencabuti uban di rambutku—bocah-bocah tua bermain api masa lalu
Harus berakhir sebelum seluruhnya lahir
5
Apa kabarmu, lama aku tak menyentuhmu
Bercak putih itu
apa masih bertahan di jempol tanganmu
Kita sama menua di ruang yang sama
Cepat lupa dan tak waspada
Tak awas lagi pada logika
Padahal ada yang belum usai dan bahaya
: Kesepianku mengancammu
Larilah, jangan tidur di pangkuanku
Apa kabarmu, lama aku tak memelukmu
Racun putih itu
apa masih melekat di ujung bibirmu
6
kini ponselku sepi
tak ada sms yang menggetarkan lagi :)
Banda Aceh—Yogyakarta, 2006
Gunawan Maryanto
Saturday, June 14, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comment:
maasih dah seneng ma puisiku :)
salam
Post a Comment